Selasa, 12 April 2016

Sedikit Melirik ...

Kesehatan ... harusnya bisa menjadi tanggung jawab semua pihak ..
karena kita jelas mengerti hak dan tanggung jawab sebagai mahluk sosial . ibarat sistem, jika yang satu mengalami gangguan maka yang lain juga akan mendapat dampaknya.

Mencegah lebih baik daripada mengobati ..
Sakit itu mahal, yang murah itu ya sehat ..
hanya segelintir orang yang paham akan hal itu , banyak yang tahu,tapi .. hanya tahu ! praktiknya ?

Agak miris sebenarnya , melihat orang2 yang 'katanya' mengerti tentang kesehatan tapi berprilaku sebaliknya. Manusia memang begitu (kenapa mau jadi manusia yang seperti itu). Orang yang tidak tahu dan melakukan hal salah lebih baik daripada orang yang paham betul tapi justru melakukan hal yang bertolak belakang.

Banyak lah kita jumpai petugas kesehatan yang mencuri-curi kesempatan untuk merokok, banyak makan yang gag sehat (kasarnya sih gendut/obes), berkendara tapi gag memakai pengaman, dan masih banyak lagi. gag semua memang, tapi masa' iya semuanya gag bisa jadi contoh yang baik? katanya paham.

Mengajak orang,,, tapi, sendirinya malaaahhh ...

Masyarakatnya juga lebih parah , yang muda selalu mau coba.coba tak mau mendengar, yang tua selalu saja mencari pembenaran (merasa selalu benar) saat diingatkan.

Pernah sekali mecoba ingetin bapak2 biar gag merokok,, dan jawabannya .. "Rokok itu sumber penghasilan terbesar negara, bisa bangkrut negara ini kalo penduduknya berhenti merokok" eehhh... Nahh Looh .. ? Negara ternyata yang dipikirkan .. *Jleeebbb.
 Pak. pak. ya kalo penduduknya pada mati, gara.gara rokok gimana ? emang bisa negara gag ada penduduknya ?

Untuk Indonesia Sehat .. ya mesti semua kerjasama , gag bisa ngarepin salah satu pihak .. Penyuluh udah berkoar.koar biar gag merokok .. tapi Liat iklan rokoknya .. dimana.mana ..
Ibu, Bapak merokok depan anaknya , yaa ditiruu lahh ..

Slogan rokok justru lebih menarik daripada peringatan bahayanya ..

bukan cuma rokok ya masalahnya. belum lagi masalah sosial, kesehatan jiwa/psikis, ekonomi, semua berhubungan, gag perlu lah dijelasin.

Rumah Sakit .. banyakan orang sakit yang diurusi, orang sehat yang (katanya) Lebih Banyak diurusin juga .. Lebih penting tuhh .. Rubah lahh priotasnya dari Menyehatkan orang sakit ke Mempertahankan/Memperbanyak Orang yang Sehat (yg bukan cuma katanya sehat).^^

"Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of diseases or infirmity"-WHO.


Marketing ..

Liat tugas lama di laptop .. Lamaaaa ....... smoga bisa membantu .. :)


A.   Pengertian Pemasaran
Pemasaran, yaitu penggunaan iklan dan penjualan berpengaruh untuk menarik dan mempertahankan pelanggan. Tapi tugas dan alat pemasaran mengembangkan aliran pesan persuasif.
The American Marketing Association menawarkan definisi berikut:
Pemasaran adalah fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, berkomunikasi, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan stakeholder.

B.   Tujuan Pemasaran
·         Pandangan transaksi, yang mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk mendapatkan perintah atau membuat dijual
·         Relationship building pelanggan dan kepuasan pandangan. Di sini fokusnya lebih pada pelanggan dan kurang pada produk atau jasa tertentu. Pemasar ini bertujuan untuk melayani pelanggan sedemikian Cara bahwa ia akan puas dan kembali untuk layanan lebih atau produk. Bahkan, pemasar berharap bahwa kepuasan akan cukup tinggi bahwa pelanggan akan merekomendasikan penjual kepada orang lain.

C.   Jasa
Jasa adalah jenis bisnis yang menjual bantuan, keahlian , dan memberikan produk tidak berwujud yang pekerjaannya dilakukan oleh satu orag untuk memberikan manfaat bagi orang lain (Imper dan Toffler, 2002) .
Menurut Kotler (2002), “Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan satu produk fisik”.
Jasa merupakan tindakan atau kinerja yang mengasilkan manfat bagi pelanggan melalui perubahan yang diingikan (Lovelock dan Wright, 1999).
D.   Klasifikasi Jasa
Perusahaan menawarkan berbagai jenis jasa kepada pasar, namun jasa dapat menjadi bagian kecil ataupun bagian utama dari tawaran yang diberikan perusahaan.
Menurut Kotler (2002) tawaran tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.    Produk berwujud murni
Penawaran yang hanya terdiri dari produk fisik, misalnya: sabun mandi, pasta gigi, atau sabun cuci tanpa adanya jasa atau produk lainnya yang menyertai produk tersebut.
b.    Produk berwujud disertai layanan
Penawaran yang terdiri dari suatu produk fisik yang disertai dengan satu atau beberapa layanan untuk meningkatkan daya tarik pelanggannya di mana penjualnya tergantung kepada kualitas produk tersebut dan tersedianya pelayan pelanggan seperti: tersedianya ruang pamer, perbaikan dan pemeliharaan, operator dan sebagainya.

E.   Karakteristik Jasa
Lebih lanjut Kotler (2002) menyatakan bahwa ada empat karakteristik pokok jasa yang membedakannya dengan barang, yaitu :
a.    Tidak berwujud (intangibility).
Jasa yang bersifat intangibility artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, ataupun dicium sebelum dibeli. Seseorang tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum membeli jasa tersebut terlebih dahulu. Pelanggan akan melihat dari tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, symbol, dan harganya untuk mencari bukti dari kualitas jasa yang diinginkan  tersebut. Tugas penyedia jasa adalah memberikan bukti – bukti fisik untuk mewujudkan sesuatu yang abstrak.

b.    Tidak terpisahkan (inseparability)
Umumnya jasa dijual terlebih dahulu kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan di mana penyedia jasa juga merupakan bagian dari jasa tersebut, baik penyedia maupun pelanggan akan mempengaruhi hasil dari jasa tersebut, baik peneyedia maupun pelanggan akan mempengaruhi hasil dari jasa tersebut.

c.    Bervariasi (variability)
Jasa bersifat sanagt variabel karena merupakan nonstandardized output yang berarti terdiri dari banyak variasi bentuk, kualitas and jenis, tergantung kepada siapa, kapan dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Komponen manusia terlibat jauh lebih besar pada industri jasa yang bersifat people-based daripada jasa yang bersifat equipment based  yang berarti bahwa hasil dari operasi jasa yang bersifat equipment-based . Pembeli jasa seringkali meminta pendapat dari orang lain sebelum memutuskan untuk memilih penyedia jasa.

d.    Mudah lenyap ( perishability)
Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan jika permintaan terhadap jasa bersifat sehingga bila tidak digunakan maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja. Umumnya permintaan jasa bervariasi dan dipengaruhi faktor musiman.  Perusahaan harus mengevaluasi kapasitasnya dengan cara subtitusi dari persediaan jasanya guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan terhadap jasa pada kondisi yang tidak menentu.

F.    Tipe – Tipe Pemasaran Jasa
Menurut Gronroos 1998 idealnya jasa membutuhkan tiga bentuk pemasaran jasa yang tidak hanya terdiri dari pemasaran eksternal yang meliputi penggunaan 4P (produk, harga, disribusi, promosi) namun mencakup pemasaran internal dan pemasaran interaktif.

Pemasaran internal merupakan pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dalam upaya meningkatkan kemampuan dan motivasi para karyawannya dalam melayani pelanggan merek dalam upaya memasarkan perusahaan secara interaktif kepada pelanggan dengan tiga cara, yaitu melalui:
1) cara bicara dan sikap karyawan, 2) tindakan atau perbuatan karyawan, 3) Penampilan karyawan ( Simamora, 2001).
           
Menurut Aditama (2002) para industri jasa kesehatan rumah sakit pengertian produk (product) adalah jenis pelayanan yang dapat diberikan pihak rumah sakit untuk menghilangkan rasa nyeri, menyembuhkan penyakit, memperpanjang masa hidup, mengurangi kecacatan dan lain sebagainya. Pengertian harga (price ) tidak hanya tertuju kepada  besarnya tarif yang harus dibayar tiap pasiennya untuk tiap jenis pemeriksaan atau tindakan namun keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan pasien untuk mendapatkan pelayanan di suatu rumah sakit.Harga bukan semata-mata untuk menutupi biaya produksi dan mendapatkan laba namun lebih mengarah kepada pembentukan persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh suatu rumah sakit. Pengertian distribusi (place) di rumah sakit merupakan upaya perusahaan agar produk yang ditawarkan dapat berada pada tempat dan waktu yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan yang mencakup tempat pelayanan yang diberikan, waktu yang dihabiskan, dan adanya konsep rujukan.

Konsep promosi (promotion) merujuk kepada upaya perusaahan agar bagaimana pasien mengetahui jenis pelayanan yang ada dan termotivasi untuk benar-benar menggunakannya lalu menggunakan secara berkesinambungan dan kemudian menyebarkan informasi kepada rekan-rekannya.

G.   Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan salah satu industry jasa, dalam hal ini ndustri jasa kesehatan. Menurut Depkes RI (2003) rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat jalan, pelayana rawat inap, pelayanan gawat darurat yang mencakup pelayanan medis dan penunjang medis serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.
Menurut Massie dalam Aditama (2002) terdapat tiga cirri khas Rumah Sakit yang membedakan dengan indusrtri lainnya, yaitu :
(1)  “Bahan Baku” dari industry jasa kesehatan  adalah manusia (pasien). Pasien peru mendapatkan perhatian dan tanggungjawab utama pengelola rumah saki karena tujuan utamanya adalah melayani kebutuhan pasien, bukan semata-mata menghasilkan produk dengan proses dan biaya yang se-efisien mungkin.
(2)  Pasien adalah mereka yang membutuhkan pengobatan di suatu rumah sakit, namun keputusan menggunakan jasa rumah sakit dan menentukan jenis tindakan medis yang akan dilakukan serta pengobatan yang akan diberikan belum tentu dapat diputuskan oleh pasien.
(3)  Peran para professional termasuk dokter, perawat, ahli farmasi, fisioterapi, radiographer,  ahli gizi, dan lain – lain sangat berperan penting.

H.   Pemasaran dalam Organisasi Kesehatan (Rumah sakit )
Terdapat berbagai tipe rumah sakit jika dilihat dari segi pemasaran, yaitu produk massal, diferensiasi, dan fokus (Adioekosoemo, 1994). Produk massal merupakan pelayanan rumah sakit yang mengutamakan pelayanan (jumlah pasien) sebanyak-banyaknya, tidak mengutamakan spesialisasi, semakin banyak pasien semakin baik. Diferensiasi merupakan tipe rumah sakit yang mengutamakan spesialisasi, yang dituntut untuk menyediakan spesialis yang cukup banyak dengan saran yang cukup memadai, sedangkan fokus merupakan tipe rumah sakit yang berkonsentrasi pada spesialis tertentu, misalnya rumah sakit khusus jantung, mata dan lain – lain.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 1998 No.159b/Men-Kes II/1998 tercantum dalam Bab II Pasal 3, rumah sakit dapat dimiliki dan diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta. Rumah sakit pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan, Pemerintah Daerah, ABRI atau pun badan Usaha Milik Negara (BUMN) sedangkan rumah sakit swasta dimiliki dan diselenggarakan oleh yayasan, Perseroan Terbatas (PT) ataupun badan hokum lain yang bersifat sosial.
Posisi Formal pemasaran (seperti peneliti pemasaran, manajer penjualan, dan iklan manajer) telah ada di perusahaan-perusahaan farmasi, perusahaan perangkat medis, dan perusahaan pasokan medis selama bertahun-tahun, tapi itu tidak sampai 1975 bahwa rumah sakit pertama Amerika menunjuk kepala pemasaran.
The Evanston Hospital di Evanston, Illinois (sekarang Evanston Northwestern Healthcare), menunjuk Dr John McLa ,seorang dokter, untuk menjadi wakil presiden pemasaran. Sebagai rumah sakit lebih mulai menunjuk kepala pemasaran,dua variasi muncul: direktur pemasaran dan wakil presiden pemasaran.
Direktur pemasaran menyediakan dan orchestrates pemasaran yang berhubungan dengan kegiatan dan sumber daya. Wakil presiden pemasaran melakukan kegiatan ini dan juga duduk dengan petugas rumah sakit lain
dalam mengembangkan kebijakan dan strategi.
VP pemasaran juga membawa suara pelanggan (VOC) dalam rapat manajemen dan dewan. Ketika rumah sakit pertama kali mulai menunjuk kepala marketing, public relations (PR) orang staf sering keberatan dengan alasan bahwa ia sedang melakukan pemasaran. Pekerjaan Orang PR adalah untuk menghasilkan kabar baik tentang rumah sakit dan mempertahankannya terhadap berita buruk. Rumah Sakit CEO segera menyadari, bagaimanapun, bahwa PR dan pemasaran memiliki peran yang sangat berbeda dan keterampilan, meskipun ada beberapa tumpang tindih.
PR orang dilatih dalam keterampilan komunikasi dan bekerja sama dengan media (editor, wartawan) dan kadang-kadang dengan pejabat pemerintah, meskipun kontak yang terakhir sering ditangani oleh petugas urusan publik.
Orang Pemasaran, pada sisi lain, dilatih dalam analisis ekonomi dan ilmu-ilmu sosial untuk memahami dan menganalisis pasar dan perilaku pelanggan pilihan. Pemasar menggunakan alat rinci sebelumnya untuk memberikan perkiraan ukuran pasar didefinisikan dan kebutuhannya, preferensi, persepsi, dan kesiapan untuk menanggapi tawaran alternatif.
Pemasar mengembangkan strategi dan taktik untuk melayani pasar sasaran dengan cara yang akan memenuhi misi organisasi.
Hari ini departemen pemasaran di sebuah rumah sakit besar dapat dikelola dengan pemasaran, manajer iklan dan promosi penjualan, tenaga penjualan, dan dalam kasus beberapa produk manajer dan manajer segmen pasar. Bahkan jika tidak ada posisi tertentu yang didedikasikan untuk fungsi pengembangan produk, harga, komunikasi, dan distribusi, ini akan dilakukan oleh berbagai orang dalam organisasi
Pemasaran terjadi ketika setidaknya satu pihak dengan transaksi potensial berpikir tentang sarana untuk mencapai tanggapan yang diinginkan dari pihak lain. Dengan demikian pemasaran terjadi ketika
·         Seorang dokter menempatkan keluar iklan menggambarkan praktek dengan harapan
menarik pasien baru.
·         Sebuah rumah sakit membangun pusat state-of-the-art-kanker untuk menarik lebih banyak pasien dengan penderitaan ini.
·         Sebuah organisasi pemeliharaan kesehatan (HMO) meningkatkan manfaat kesehatan
berencana untuk menarik lebih banyak pasien.
·         Sebuah perusahaan farmasi mempekerjakan tenaga penjualan lebih untuk mendapatkan penerimaan dokter dan preferensi untuk obat baru.

I.      Perlunya Strategi Pemasaran di Organisasi Kesehatan (Rumah Sakit)
Sektor  kesehatan  berusaha untuk memecahkan masalah mereka dengan mengandalkan alat dan konsep pemasaran.
Bahkan sebuah organisasi nirlaba harus memperoleh pendapatan lebih biaya untuk melanjutkan misi amalnya.
Pemasaran di rumah sakit bertujuan untuk:
·         pembelian produk atau layanan,
·         kesadaran meningkat,
·         preferensi terhadap persembahan atau pemasok
·         perubahan perilaku

Untuk membantu perusahaan mereka menyiapkan produk dihargai, pemasar telah lama menggunakan alat kerangka kerja yang dikenal sebagai bauran pemasaran 4P: produk, harga, tempat, dan promosi.
·         Organisasi memutuskan suatu produk (fitur-fiturnya, manfaat, styling, kemasan)
·         Harga (termasuk daftar harga serta program rabat dan diskon),
·         tempat (yaitu, di mana tersedia dan distribusi strategi), dan
·         bauran promosi (seperti periklanan, personal selling, dan pemasaran langsung)

Ketika kita mengatakan bahwa tujuan pemasaran adalah untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan keuntungan (surplus atau) untuk organisasi dan para pemangku kepentingan, tidak berarti bahwa Organisasi harus memberikan pelanggan apa yang mereka mau. keinginan dan
kebutuhan
pelanggan harus sesuai dengan misi atau tujuan organisasi. Misalnya, sebuah rumah sakit rehabilitasi tidak perlu membuka program bypass jantung hanya karena beberapa pasien yang memiliki penyakit jantung. Masalah lebih lanjut muncul ketika pelanggan
menginginkan sesuatu yang tidak dalam kepentingan terbaik nya. Sebagai contoh, pasien mungkin
meminta antibiotik untuk mengobati flu atau meminta narkotika untuk alasan nonmedis.

Usaha suatu perusahaan agar dapat terus bertahan di pasar, harus dapat memelihara dan meningkatkan kepuasan kepada seluruh stakeholdernya. Salah satu stakeholder terpenting yang harus mampu dipuaskan adalah pelanggan karena merekalah yang mampu memberikan revenue dan profit untuk perusahaan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, salah satunya adalah kualitas pelayanan.
Kualitas pelayanan yang baik tentunya akan menarik pelanggan lebih besar dan begitu sebaliknya.
Pasien adalah pengguna jasa perusahaan dalam industry jasa kesehatan rumah sakit. Kepuasan pasien dapat dicapai bila layanan yang diharapkan telah sesuai dengan pelaksanaan atau kinerja pelayanan yang telah  dilakukan rumah sakit. Rumah sakit harus senantiasa memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai kebutuhan pasien dengan memperhatikan berbagai atribut –atribut jasa yang dianggap penting oleh pelanggan dan senantiasa melakukan perbaikan pelayanan agar mereka puas dan terus menggunakan penyedia jasa tersebut.
Kepuasan pelanggan erat kaitannya dengan layanan yang diharapkan dan kenyataan yang telah diberikan (Supranto, 2003). Kepuasan pelanggan akan terpenuhi bila pelayanan yang diberikan dalam suatu industri jasa dirasakan telah sesuai dengan harapan mereka. Sebaliknya, bila suatu perusahaan memberikan yang belum sesuai dengan harapan pelanggan maka pelanggan akan tidak puas. Ketidakpuasan pelanggan terhadap pelayanan akan mendorong para pelanggan untuk menggunakan jasa pesaing dan pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan laba perusahaan dengan demikian maka yang perlu dibenahi di sini pada dasarnya adalah kualitas pelayanan karena kepuasan pelanggan erat hubungannya dengan kualitas.
Pelanggan cukup puas terhadap suatu produk atau jasa mudah berubah pikiran untuk mengkonsumsi produk atau jasa lain bila mere mendapat tawaran suatu produk atau jasa yang lebih baik dan pelanggan yang amat puas akan sulit mengubah untuk memililh produk atau jasa lain yang ditawarkan di pasar ( DeVre, 1997). Perusahaan akan dengan mudah meningkatkan pangsa pasarnya dan tercapaainya profitabilitas jika loyalitas pelanggan telah tercipta.
J.    Perbandingan RS Pemerintah dan RS Swasta
Dalam istilah lembaga usaha saat ini termasuk rumah sakit membagi sifat kelembagaan menjadi lembaga profit dan nonprofit (nirlaba).  Menurut Trisnantoro (2005 : 105) ada 3 (tiga) jenis rumah sakit yaitu swasta for profit, swasta nonprofit, dan rumah sakit pemerintah yang tentunya nonprofit.  Menurut data Pusat Data Kesehatan, Indonesia menggolongkan rumah sakit menjadi rumah sakit pemerintah (termasuk militer) dan rumah sakit swasta. Rumah sakit swasta tidak dibedakan antara rumah sakit profit dan nonprofit. Di Indonesia sudah ada rumah sakit yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), walaupun jumlahnya masih kecil. Dengan demikian, sebagian besar rumah sakit di Indonesia adalah bersifat nonprofit.
Rumah Sakit pemerintah lebih tepat sebagai klasifikasi non bisnis, namun Rumah Sakit swasta tidak seluruhnya diklasifikasikan dalam kelompok non bisnis. Beberapa rumah sakit masih memiliki kualitas jasa layanan yang masih sangat memprihatinkan. Hal ini antara lain disebabkan karena keterbatasan sumber daya baik sumber daya finansial maupun sumber daya non finansial. Tuntutan peningkatan kualitas jasa layanan membutuhkan berbagai dana investasi yang tidak sedikit. Kenaikan tuntutan kualitas jasa layanan rumah sakit harus dibarengi dengan profesionalisme dalam pengelolaannya. Perkembangan pengelolaan Rumah Sakit, baik dari aspek manajemen maupun operasional sangat dipengaruhi oleh berbagai tuntutan dari lingkungan, yaitu lingkungan eksternal dan internal. Tuntutan eksternal antara lain adalah dari para stakeholder bahwa Rumah Sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan biaya pelayanan kesehatan terkendali sehingga akan berujung pada kepuasan pasien. Tuntutan dari pihak internal antara lain adalah pengendalian biaya. Pengendalian biaya merupakan masalah yang kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai pihak yaitu mekanisme pasar, perilaku ekonomis, sumber daya professional dan yang tidak kalah penting adalah perkembangan teknologi. Rumah sakit kepemerintahan yang terdapat di tingkat pusat dan daerah tidak lepas dari pengaruh perkembangan tuntutan tersebut. Dipandang dari segmentasi kelompok masyarakat, secara umum rumah sakit pemerintah merupakan layanan jasa yang menyediakan untuk kalangan menengah ke bawah, sedangkan rumah sakit swasta melayani masyarakat kelas menengah ke atas. Biaya kesehatan cenderung terus meningkat,dan rumah sakit dituntut untuk secara mandiri mengatasi masalah tersebut.
Peningkatan biaya kesehatan ini menyebabkan fenomena tersendiri bagi rumah sakit pemerintahan karena rumah sakit pemerintah memiliki segmen layanan kesehatan untuk kalangan menengah ke bawah. Akibatnya rumah sakit pemerintah diharapkan menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu. Rumah sakit pemerintah menghadapi dilema antara misi melayani masyarakat kelas menengah ke bawah dan adanya keterbatasan sumber dana, serta berbagai aturan dan birokrasi yang harus dihadapi. Kondisi tersebut akan mengakibatkan rumah sakit pemerintah mengalami kebingungan apakah rumah sakit dijadikan sebagai lembaga birokrasi dalam sistem kesehatan ataukah sebagai lembaga pelayanan kesehatan yang tidak birokratis.
Telah muncul fenomena yang disebut sebagai bulgurisasi rumah sakit pemerintah. Proses bulgurisasl ini berdasarkan pada kenyataan bahwa rumah sakit pemerintah sebagai lembaga yang tidak mempunyai daya saing. Sebagian RS pemerintah pusat maupun RS pemerintah daerah (dalam konteks persaingan dengan RS swasta), hanya diminati oleh masyarakat miskin yang tidak mempunyai pilihan. Posisi bersaing untuk mendapatkan pasien kelas menengah ke atas tidak ada. Sementara itu, subsidi rumah sakit pemerintah sangat kecil sehingga tidak mampu mengikat para staf rumah akit untuk bekerja secara penuh waktu. Pada gilirannya akan menyebabkan fasilitas penunjang serta fisik berada dalam kondisi buruk. Mutu pelayanan rumah sakit menjadi rendah dan rumah sakit hanya diminati oleh masyarakat miskin yang tidak mempunyai pilihan lain. Akibatnya, timbul pelayanan rumah sakit berlapis. Untuk masyarakat kaya berobat ke rumah sakit swasta, sedangkan untuk yang miskin nenggunakan pelayanan kesehatan pemerintah yang cenderung tidak sebaik swasta. Pada saat masyarakat miskin neningkat pendapatannya, maka pelayanan rumah sakit pemerintah yang bermutu rendah akan ditinggalkan.
Ada berbagai masalah dalam manajemen rumah sakit nonprofit yang seringkali timbul. Masalah pertama adalah kemampuan rumah sakit yang tidak mencukupi untuk memenuhi misi sosialnya. Beberapa rumah sakit pemerintah terlihat jelas mempunyai mutu pelayanan rendah, misalnya rumah sakit kotor, pelayanan klinik tidak terkontrol, tenaga dokter yang tidak tepat waktu, tenaga perawat yang sedikit, hingga masalah obat-obatan yang tidak mencukupi.
Masalah kedua adalah rumah sakit nonprofit cenderung tidak efisien. Sebagai contoh, rumah sakit pendidikan pemerintah di Indonesia berjalan tidak efisien. Ketidakefisienan tampak pada penggunaan poliklinik hanya saat pagi hari atau tidak seimbangnya jumlah spesialis dengan jumlah tindakan atau pasien.

Hal lain adalah membiarkan keadaan yang sepatutnya berjalan terus, misalnya jam kerja yang tidak diatur secara jelas apakah full timer atau part timer, sehingga ada pegawai rumah sakit pemerintah yang bekerja di rumah sakit swasta pada jam dinas.

Herzlinger (1999) menyatakan lembaga nonprofit mempunyai kekurangan pada tiga mekanisme yang menjamin akuntabilitas usaha. Tiga hal tersebut adalah: (1) para staf yang tidak mempunyai rasa memiliki terhadap organisasi, (2) kekurangan pesaing, dan (3) tidak mempunyai indikator kinerja.
Dalam situasi ini filosofi manajemen pemasaran dapat dipergunakan untuk menghindarkan rumah sakit pemerintah dari keterpurukan sebagai lembaga jasa yang inferior.


 Source :

Kotler Philip, dkk.2008.Strategic Marketing For Health Care Organizations.San Francisco: Jossey-Bass.

Rahmatika, Yulivia.2004.Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Kualitas Pelayanan (Studi Kasus RS Pusat Pertamina).

Trisnantoro, Laksono.2005. Aspek Strategis Manajemen Rumah Sakit : Antara Misi Sosial dan Tekanan Pasar.Yogyakarta: Andi Offset.Jakarta Selatan: Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.Skripsi