Kesehatan ... harusnya bisa menjadi tanggung jawab semua pihak ..
karena kita jelas mengerti hak dan tanggung jawab sebagai mahluk sosial . ibarat sistem, jika yang satu mengalami gangguan maka yang lain juga akan mendapat dampaknya.
Mencegah lebih baik daripada mengobati ..
Sakit itu mahal, yang murah itu ya sehat ..
hanya segelintir orang yang paham akan hal itu , banyak yang tahu,tapi .. hanya tahu ! praktiknya ?
Agak miris sebenarnya , melihat orang2 yang 'katanya' mengerti tentang kesehatan tapi berprilaku sebaliknya. Manusia memang begitu (kenapa mau jadi manusia yang seperti itu). Orang yang tidak tahu dan melakukan hal salah lebih baik daripada orang yang paham betul tapi justru melakukan hal yang bertolak belakang.
Banyak lah kita jumpai petugas kesehatan yang mencuri-curi kesempatan untuk merokok, banyak makan yang gag sehat (kasarnya sih gendut/obes), berkendara tapi gag memakai pengaman, dan masih banyak lagi. gag semua memang, tapi masa' iya semuanya gag bisa jadi contoh yang baik? katanya paham.
Mengajak orang,,, tapi, sendirinya malaaahhh ...
Masyarakatnya juga lebih parah , yang muda selalu mau coba.coba tak mau mendengar, yang tua selalu saja mencari pembenaran (merasa selalu benar) saat diingatkan.
Pernah sekali mecoba ingetin bapak2 biar gag merokok,, dan jawabannya .. "Rokok itu sumber penghasilan terbesar negara, bisa bangkrut negara ini kalo penduduknya berhenti merokok" eehhh... Nahh Looh .. ? Negara ternyata yang dipikirkan .. *Jleeebbb.
Pak. pak. ya kalo penduduknya pada mati, gara.gara rokok gimana ? emang bisa negara gag ada penduduknya ?
Untuk Indonesia Sehat .. ya mesti semua kerjasama , gag bisa ngarepin salah satu pihak .. Penyuluh udah berkoar.koar biar gag merokok .. tapi Liat iklan rokoknya .. dimana.mana ..
Ibu, Bapak merokok depan anaknya , yaa ditiruu lahh ..
Slogan rokok justru lebih menarik daripada peringatan bahayanya ..
bukan cuma rokok ya masalahnya. belum lagi masalah sosial, kesehatan jiwa/psikis, ekonomi, semua berhubungan, gag perlu lah dijelasin.
Rumah Sakit .. banyakan orang sakit yang diurusi, orang sehat yang (katanya) Lebih Banyak diurusin juga .. Lebih penting tuhh .. Rubah lahh priotasnya dari Menyehatkan orang sakit ke Mempertahankan/Memperbanyak Orang yang Sehat (yg bukan cuma katanya sehat).^^
"Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of diseases or infirmity"-WHO.
Selasa, 12 April 2016
Marketing ..
Liat tugas lama di laptop .. Lamaaaa ....... smoga bisa membantu .. :)
Source :
A.
Pengertian
Pemasaran
Pemasaran, yaitu penggunaan iklan dan penjualan
berpengaruh untuk menarik dan mempertahankan pelanggan.
Tapi tugas dan alat
pemasaran mengembangkan aliran pesan persuasif.
The American
Marketing Association menawarkan definisi berikut:
Pemasaran
adalah fungsi
organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, berkomunikasi, dan memberikan
nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan
organisasi dan stakeholder.
B.
Tujuan
Pemasaran
·
Pandangan
transaksi, yang mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk mendapatkan perintah
atau membuat dijual
·
Relationship building pelanggan
dan kepuasan
pandangan. Di sini fokusnya lebih pada pelanggan dan kurang pada produk atau
jasa tertentu. Pemasar ini bertujuan untuk melayani pelanggan sedemikian Cara bahwa ia
akan puas dan kembali untuk layanan lebih atau produk. Bahkan, pemasar berharap
bahwa kepuasan akan cukup tinggi bahwa pelanggan akan
merekomendasikan penjual kepada orang lain.
C.
Jasa
Jasa
adalah jenis bisnis yang menjual bantuan, keahlian , dan memberikan produk
tidak berwujud yang pekerjaannya dilakukan oleh satu orag untuk memberikan
manfaat bagi orang lain (Imper dan Toffler, 2002) .
Menurut
Kotler (2002), “Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan
oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak
dikaitkan dengan satu produk fisik”.
Jasa
merupakan tindakan atau kinerja yang mengasilkan manfat bagi pelanggan melalui
perubahan yang diingikan (Lovelock dan Wright, 1999).
D.
Klasifikasi
Jasa
Perusahaan
menawarkan berbagai jenis jasa kepada pasar, namun jasa dapat menjadi bagian
kecil ataupun bagian utama dari tawaran yang diberikan perusahaan.
Menurut
Kotler (2002) tawaran tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Produk
berwujud murni
Penawaran yang hanya terdiri dari produk fisik, misalnya: sabun mandi, pasta gigi, atau sabun cuci tanpa adanya jasa atau produk lainnya yang menyertai produk tersebut.
Penawaran yang hanya terdiri dari produk fisik, misalnya: sabun mandi, pasta gigi, atau sabun cuci tanpa adanya jasa atau produk lainnya yang menyertai produk tersebut.
b. Produk
berwujud disertai layanan
Penawaran yang terdiri dari
suatu produk fisik yang disertai dengan satu atau beberapa layanan untuk
meningkatkan daya tarik pelanggannya di mana penjualnya tergantung kepada
kualitas produk tersebut dan tersedianya pelayan pelanggan seperti: tersedianya
ruang pamer, perbaikan dan pemeliharaan, operator dan sebagainya.
E.
Karakteristik
Jasa
Lebih
lanjut Kotler (2002) menyatakan bahwa ada empat karakteristik pokok jasa yang
membedakannya dengan barang, yaitu :
a. Tidak
berwujud (intangibility).
Jasa
yang bersifat intangibility artinya
tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, ataupun dicium sebelum dibeli.
Seseorang tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum membeli jasa tersebut
terlebih dahulu. Pelanggan akan melihat dari tempat, orang, peralatan, alat
komunikasi, symbol, dan harganya untuk mencari bukti dari kualitas jasa yang
diinginkan tersebut. Tugas penyedia jasa
adalah memberikan bukti – bukti fisik untuk mewujudkan sesuatu yang abstrak.
b. Tidak
terpisahkan (inseparability)
Umumnya
jasa dijual terlebih dahulu kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan
di mana penyedia jasa juga merupakan bagian dari jasa tersebut, baik penyedia
maupun pelanggan akan mempengaruhi hasil dari jasa tersebut, baik peneyedia
maupun pelanggan akan mempengaruhi hasil dari jasa tersebut.
c. Bervariasi
(variability)
Jasa
bersifat sanagt variabel karena merupakan nonstandardized
output yang berarti terdiri dari banyak variasi bentuk, kualitas and jenis,
tergantung kepada siapa, kapan dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Komponen
manusia terlibat jauh lebih besar pada industri jasa yang bersifat people-based daripada jasa yang bersifat
equipment –based yang berarti bahwa
hasil dari operasi jasa yang bersifat equipment-based
. Pembeli jasa seringkali meminta pendapat dari orang lain sebelum memutuskan
untuk memilih penyedia jasa.
d. Mudah
lenyap ( perishability)
Jasa
merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan jika
permintaan terhadap jasa bersifat sehingga bila tidak digunakan maka jasa
tersebut akan berlalu begitu saja. Umumnya permintaan jasa bervariasi dan
dipengaruhi faktor musiman. Perusahaan
harus mengevaluasi kapasitasnya dengan cara subtitusi dari persediaan jasanya
guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan terhadap jasa pada kondisi yang
tidak menentu.
F.
Tipe
– Tipe Pemasaran Jasa
Menurut
Gronroos 1998 idealnya jasa membutuhkan tiga bentuk pemasaran jasa yang tidak
hanya terdiri dari pemasaran eksternal yang meliputi penggunaan 4P (produk,
harga, disribusi, promosi) namun mencakup pemasaran internal dan pemasaran
interaktif.
Pemasaran
internal merupakan pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dalam upaya
meningkatkan kemampuan dan motivasi para karyawannya dalam melayani pelanggan
merek dalam upaya memasarkan perusahaan secara interaktif kepada pelanggan
dengan tiga cara, yaitu melalui:
1)
cara bicara dan sikap karyawan, 2) tindakan atau perbuatan karyawan, 3)
Penampilan karyawan ( Simamora, 2001).
Menurut Aditama (2002) para
industri jasa kesehatan rumah sakit pengertian produk (product) adalah jenis pelayanan yang dapat diberikan pihak rumah
sakit untuk menghilangkan rasa nyeri, menyembuhkan penyakit, memperpanjang masa
hidup, mengurangi kecacatan dan lain sebagainya. Pengertian harga (price ) tidak hanya tertuju kepada besarnya tarif yang harus dibayar tiap
pasiennya untuk tiap jenis pemeriksaan atau tindakan namun keseluruhan biaya
yang harus dikeluarkan pasien untuk mendapatkan pelayanan di suatu rumah
sakit.Harga bukan semata-mata untuk menutupi biaya produksi dan mendapatkan
laba namun lebih mengarah kepada pembentukan persepsi pelanggan terhadap
pelayanan yang diberikan oleh suatu rumah sakit. Pengertian distribusi (place) di rumah sakit merupakan upaya
perusahaan agar produk yang ditawarkan dapat berada pada tempat dan waktu yang
sesuai dengan kebutuhan pelanggan yang mencakup tempat pelayanan yang
diberikan, waktu yang dihabiskan, dan adanya konsep rujukan.
Konsep promosi (promotion)
merujuk kepada upaya perusaahan agar bagaimana pasien mengetahui jenis
pelayanan yang ada dan termotivasi untuk benar-benar menggunakannya lalu
menggunakan secara berkesinambungan dan kemudian menyebarkan informasi kepada
rekan-rekannya.
G.
Rumah
Sakit
Rumah
sakit merupakan salah satu industry jasa, dalam hal ini ndustri jasa kesehatan.
Menurut Depkes RI (2003) rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang
menyelenggarakan kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat jalan, pelayana
rawat inap, pelayanan gawat darurat yang mencakup pelayanan medis dan penunjang
medis serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.
Menurut
Massie dalam Aditama (2002) terdapat tiga cirri khas Rumah Sakit yang
membedakan dengan indusrtri lainnya, yaitu :
(1) “Bahan
Baku” dari industry jasa kesehatan
adalah manusia (pasien). Pasien peru mendapatkan perhatian dan
tanggungjawab utama pengelola rumah saki karena tujuan utamanya adalah melayani
kebutuhan pasien, bukan semata-mata menghasilkan produk dengan proses dan biaya
yang se-efisien mungkin.
(2) Pasien
adalah mereka yang membutuhkan pengobatan di suatu rumah sakit, namun keputusan
menggunakan jasa rumah sakit dan menentukan jenis tindakan medis yang akan
dilakukan serta pengobatan yang akan diberikan belum tentu dapat diputuskan
oleh pasien.
(3) Peran
para professional termasuk dokter, perawat, ahli farmasi, fisioterapi, radiographer, ahli gizi, dan lain – lain sangat berperan
penting.
H.
Pemasaran
dalam Organisasi
Kesehatan
(Rumah sakit )
Terdapat
berbagai tipe rumah sakit jika dilihat dari segi pemasaran, yaitu produk
massal, diferensiasi, dan fokus (Adioekosoemo, 1994). Produk massal merupakan pelayanan
rumah sakit yang mengutamakan pelayanan (jumlah pasien) sebanyak-banyaknya,
tidak mengutamakan spesialisasi, semakin banyak pasien semakin baik.
Diferensiasi merupakan tipe rumah sakit yang mengutamakan spesialisasi, yang
dituntut untuk menyediakan spesialis yang cukup banyak dengan saran yang cukup
memadai, sedangkan fokus merupakan tipe rumah sakit yang berkonsentrasi pada
spesialis tertentu, misalnya rumah sakit khusus jantung, mata dan lain – lain.
Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 1998 No.159b/Men-Kes II/1998 tercantum dalam
Bab II Pasal 3, rumah sakit dapat dimiliki dan diselenggarakan oleh pemerintah
atau swasta. Rumah sakit pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh
Departemen Kesehatan, Pemerintah Daerah, ABRI atau pun badan Usaha Milik Negara
(BUMN) sedangkan rumah sakit swasta dimiliki dan diselenggarakan oleh yayasan,
Perseroan Terbatas (PT) ataupun badan hokum lain yang bersifat sosial.
Posisi Formal pemasaran (seperti peneliti pemasaran, manajer penjualan, dan
iklan manajer) telah ada di perusahaan-perusahaan
farmasi, perusahaan perangkat medis, dan perusahaan pasokan medis selama bertahun-tahun, tapi
itu tidak sampai 1975 bahwa rumah sakit pertama Amerika menunjuk kepala pemasaran.
The Evanston Hospital di Evanston, Illinois (sekarang Evanston Northwestern Healthcare),
menunjuk Dr John McLa ,seorang
dokter, untuk menjadi wakil presiden pemasaran. Sebagai rumah sakit lebih mulai menunjuk kepala
pemasaran,dua variasi
muncul: direktur pemasaran dan wakil presiden pemasaran.
Direktur pemasaran menyediakan dan orchestrates pemasaran yang berhubungan dengan
kegiatan dan sumber daya. Wakil presiden pemasaran melakukan kegiatan ini dan juga duduk dengan
petugas rumah sakit lain
dalam mengembangkan kebijakan dan strategi.
dalam mengembangkan kebijakan dan strategi.
VP pemasaran juga membawa suara pelanggan (VOC) dalam rapat manajemen dan dewan.
Ketika rumah sakit pertama kali mulai menunjuk kepala
marketing, public relations (PR) orang staf sering keberatan dengan alasan bahwa ia
sedang melakukan pemasaran.
Pekerjaan Orang PR adalah untuk menghasilkan kabar baik tentang rumah sakit
dan mempertahankannya terhadap berita buruk. Rumah Sakit
CEO segera menyadari, bagaimanapun, bahwa PR dan pemasaran memiliki peran yang sangat berbeda dan
keterampilan, meskipun ada beberapa tumpang tindih.
PR orang dilatih dalam keterampilan komunikasi dan
bekerja sama dengan
media (editor, wartawan) dan kadang-kadang dengan pejabat pemerintah, meskipun
kontak yang terakhir sering ditangani oleh petugas urusan
publik.
Orang
Pemasaran, pada sisi lain, dilatih dalam analisis ekonomi dan ilmu-ilmu
sosial untuk memahami dan menganalisis pasar dan perilaku pelanggan pilihan. Pemasar menggunakan
alat rinci sebelumnya
untuk memberikan perkiraan ukuran pasar didefinisikan dan kebutuhannya,
preferensi, persepsi, dan kesiapan untuk menanggapi tawaran alternatif.
Pemasar mengembangkan strategi dan taktik untuk melayani pasar sasaran dengan cara yang
akan memenuhi misi
organisasi.
Hari ini departemen pemasaran di sebuah rumah sakit besar
dapat dikelola dengan pemasaran, manajer iklan dan promosi penjualan, tenaga
penjualan, dan dalam kasus beberapa produk manajer dan manajer segmen pasar.
Bahkan jika tidak ada
posisi tertentu yang didedikasikan untuk fungsi pengembangan produk,
harga, komunikasi, dan distribusi, ini akan dilakukan
oleh berbagai orang
dalam organisasi
Pemasaran
terjadi ketika setidaknya satu pihak dengan transaksi potensial berpikir tentang sarana
untuk mencapai tanggapan yang diinginkan dari pihak lain. Dengan demikian
pemasaran terjadi ketika
·
Seorang dokter menempatkan keluar iklan menggambarkan
praktek dengan harapan
menarik pasien baru.
menarik pasien baru.
·
Sebuah rumah sakit membangun pusat
state-of-the-art-kanker untuk menarik lebih banyak pasien dengan penderitaan
ini.
·
Sebuah organisasi pemeliharaan kesehatan (HMO)
meningkatkan manfaat kesehatan
berencana untuk menarik lebih banyak pasien.
berencana untuk menarik lebih banyak pasien.
·
Sebuah perusahaan farmasi mempekerjakan tenaga penjualan
lebih untuk mendapatkan penerimaan dokter dan preferensi
untuk obat baru.
I.
Perlunya Strategi Pemasaran di Organisasi
Kesehatan (Rumah Sakit)
Sektor kesehatan
berusaha untuk
memecahkan masalah mereka dengan mengandalkan alat dan konsep pemasaran.
Bahkan sebuah organisasi nirlaba harus memperoleh
pendapatan lebih biaya
untuk melanjutkan misi
amalnya.
Pemasaran di rumah sakit bertujuan
untuk:
·
pembelian produk atau layanan,
·
kesadaran meningkat,
·
preferensi terhadap persembahan atau pemasok
·
perubahan perilaku
Untuk membantu perusahaan mereka menyiapkan produk dihargai, pemasar telah lama menggunakan alat
kerangka kerja yang dikenal sebagai bauran pemasaran 4P:
produk, harga, tempat, dan promosi.
·
Organisasi
memutuskan suatu produk (fitur-fiturnya, manfaat, styling, kemasan)
·
Harga
(termasuk daftar harga serta program rabat dan diskon),
·
tempat
(yaitu, di mana
tersedia dan distribusi strategi), dan
·
bauran
promosi (seperti periklanan,
personal selling, dan pemasaran langsung)
Ketika kita mengatakan bahwa tujuan pemasaran adalah
untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan keuntungan
(surplus atau) untuk organisasi dan para pemangku kepentingan, tidak berarti
bahwa Organisasi
harus memberikan pelanggan apa yang mereka mau. keinginan dan
kebutuhan pelanggan harus sesuai dengan misi atau tujuan organisasi. Misalnya, sebuah rumah sakit rehabilitasi tidak perlu membuka program bypass jantung hanya karena beberapa pasien yang memiliki penyakit jantung. Masalah lebih lanjut muncul ketika pelanggan
menginginkan sesuatu yang tidak dalam kepentingan terbaik nya. Sebagai contoh, pasien mungkin meminta antibiotik untuk mengobati flu atau meminta narkotika untuk alasan nonmedis.
kebutuhan pelanggan harus sesuai dengan misi atau tujuan organisasi. Misalnya, sebuah rumah sakit rehabilitasi tidak perlu membuka program bypass jantung hanya karena beberapa pasien yang memiliki penyakit jantung. Masalah lebih lanjut muncul ketika pelanggan
menginginkan sesuatu yang tidak dalam kepentingan terbaik nya. Sebagai contoh, pasien mungkin meminta antibiotik untuk mengobati flu atau meminta narkotika untuk alasan nonmedis.
Usaha suatu perusahaan agar
dapat terus bertahan di pasar, harus dapat memelihara dan meningkatkan kepuasan
kepada seluruh stakeholdernya. Salah
satu stakeholder terpenting yang
harus mampu dipuaskan adalah pelanggan karena merekalah yang mampu memberikan revenue dan profit untuk perusahaan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi
kepuasan pelanggan, salah satunya adalah kualitas pelayanan.
Kualitas pelayanan yang baik tentunya akan
menarik pelanggan lebih besar dan begitu sebaliknya.
Pasien
adalah pengguna jasa perusahaan dalam industry jasa kesehatan rumah sakit.
Kepuasan pasien dapat dicapai bila layanan yang diharapkan telah sesuai dengan
pelaksanaan atau kinerja pelayanan yang telah
dilakukan rumah sakit. Rumah sakit harus senantiasa memberikan pelayanan
kesehatan yang sesuai kebutuhan pasien dengan memperhatikan berbagai atribut
–atribut jasa yang dianggap penting oleh pelanggan dan senantiasa melakukan
perbaikan pelayanan agar mereka puas dan terus menggunakan penyedia jasa
tersebut.
Kepuasan
pelanggan erat kaitannya dengan layanan yang diharapkan dan kenyataan yang
telah diberikan (Supranto, 2003). Kepuasan pelanggan akan terpenuhi bila
pelayanan yang diberikan dalam suatu industri jasa dirasakan telah sesuai
dengan harapan mereka. Sebaliknya, bila suatu perusahaan memberikan yang belum
sesuai dengan harapan pelanggan maka pelanggan akan tidak puas. Ketidakpuasan
pelanggan terhadap pelayanan akan mendorong para pelanggan untuk menggunakan
jasa pesaing dan pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan laba perusahaan
dengan demikian maka yang perlu dibenahi di sini pada dasarnya adalah kualitas
pelayanan karena kepuasan pelanggan erat hubungannya dengan kualitas.
Pelanggan
cukup puas terhadap suatu produk atau jasa mudah berubah pikiran untuk
mengkonsumsi produk atau jasa lain bila mere mendapat tawaran suatu produk atau
jasa yang lebih baik dan pelanggan yang amat puas akan sulit mengubah untuk
memililh produk atau jasa lain yang ditawarkan di pasar ( DeVre, 1997).
Perusahaan akan dengan mudah meningkatkan pangsa pasarnya dan tercapaainya
profitabilitas jika loyalitas pelanggan telah tercipta.
J.
Perbandingan
RS Pemerintah dan RS Swasta
Dalam
istilah lembaga usaha saat ini termasuk rumah sakit membagi sifat kelembagaan
menjadi lembaga profit dan nonprofit (nirlaba).
Menurut Trisnantoro (2005 : 105) ada 3 (tiga) jenis rumah sakit yaitu
swasta for profit, swasta nonprofit, dan rumah sakit pemerintah yang tentunya
nonprofit. Menurut data Pusat Data
Kesehatan, Indonesia menggolongkan rumah sakit menjadi rumah sakit pemerintah
(termasuk militer) dan rumah sakit swasta. Rumah sakit swasta tidak dibedakan
antara rumah sakit profit dan nonprofit. Di Indonesia sudah ada rumah sakit
yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), walaupun jumlahnya masih kecil. Dengan
demikian, sebagian besar rumah sakit di Indonesia adalah bersifat nonprofit.
Rumah
Sakit pemerintah lebih tepat sebagai klasifikasi non bisnis, namun Rumah Sakit
swasta tidak seluruhnya diklasifikasikan dalam kelompok non bisnis. Beberapa
rumah sakit masih memiliki kualitas jasa layanan yang masih sangat
memprihatinkan. Hal ini antara lain disebabkan karena keterbatasan sumber daya
baik sumber daya finansial maupun sumber daya non finansial. Tuntutan
peningkatan kualitas jasa layanan membutuhkan berbagai dana investasi yang
tidak sedikit. Kenaikan tuntutan kualitas jasa layanan rumah sakit harus
dibarengi dengan profesionalisme dalam pengelolaannya. Perkembangan pengelolaan
Rumah Sakit, baik dari aspek manajemen maupun operasional sangat dipengaruhi
oleh berbagai tuntutan dari lingkungan, yaitu lingkungan eksternal dan
internal. Tuntutan eksternal antara lain adalah dari para stakeholder bahwa Rumah
Sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan biaya
pelayanan kesehatan terkendali sehingga akan berujung pada kepuasan pasien.
Tuntutan dari pihak internal antara lain adalah pengendalian biaya.
Pengendalian biaya merupakan masalah yang kompleks karena dipengaruhi oleh
berbagai pihak yaitu mekanisme pasar, perilaku ekonomis, sumber daya
professional dan yang tidak kalah penting adalah perkembangan teknologi. Rumah
sakit kepemerintahan yang terdapat di tingkat pusat dan daerah tidak lepas dari
pengaruh perkembangan tuntutan tersebut. Dipandang dari segmentasi kelompok
masyarakat, secara umum rumah sakit pemerintah merupakan layanan jasa yang
menyediakan untuk kalangan menengah ke bawah, sedangkan rumah sakit swasta
melayani masyarakat kelas menengah ke atas. Biaya kesehatan cenderung terus
meningkat,dan rumah sakit dituntut untuk secara mandiri mengatasi masalah
tersebut.
Peningkatan
biaya kesehatan ini menyebabkan fenomena tersendiri bagi rumah sakit
pemerintahan karena rumah sakit pemerintah memiliki segmen layanan kesehatan
untuk kalangan menengah ke bawah. Akibatnya rumah sakit pemerintah diharapkan
menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu. Rumah sakit pemerintah menghadapi
dilema antara misi melayani masyarakat kelas menengah ke bawah dan adanya
keterbatasan sumber dana, serta berbagai aturan dan birokrasi yang harus
dihadapi. Kondisi tersebut akan mengakibatkan rumah sakit pemerintah mengalami
kebingungan apakah rumah sakit dijadikan sebagai lembaga birokrasi dalam sistem
kesehatan ataukah sebagai lembaga pelayanan kesehatan yang tidak birokratis.
Telah muncul fenomena yang disebut sebagai bulgurisasi rumah sakit
pemerintah. Proses bulgurisasl ini berdasarkan pada kenyataan bahwa
rumah sakit pemerintah sebagai lembaga yang tidak mempunyai daya saing.
Sebagian RS pemerintah pusat maupun RS pemerintah daerah (dalam konteks
persaingan dengan RS swasta), hanya diminati oleh masyarakat miskin yang tidak
mempunyai pilihan. Posisi bersaing untuk mendapatkan pasien kelas menengah ke
atas tidak ada. Sementara itu, subsidi rumah sakit pemerintah sangat kecil
sehingga tidak mampu mengikat para staf rumah akit untuk bekerja secara penuh
waktu. Pada gilirannya akan menyebabkan fasilitas penunjang serta fisik berada
dalam kondisi buruk. Mutu pelayanan rumah sakit menjadi rendah dan rumah sakit
hanya diminati oleh masyarakat miskin yang tidak mempunyai pilihan lain.
Akibatnya, timbul pelayanan rumah sakit berlapis. Untuk masyarakat kaya berobat
ke rumah sakit swasta, sedangkan untuk yang miskin nenggunakan pelayanan
kesehatan pemerintah yang cenderung tidak sebaik swasta. Pada saat masyarakat
miskin neningkat pendapatannya, maka pelayanan rumah sakit pemerintah yang
bermutu rendah akan ditinggalkan.
Ada
berbagai masalah dalam manajemen rumah sakit nonprofit yang seringkali timbul.
Masalah pertama adalah kemampuan rumah sakit yang tidak mencukupi untuk
memenuhi misi sosialnya. Beberapa rumah sakit pemerintah terlihat jelas
mempunyai mutu pelayanan rendah, misalnya rumah sakit kotor, pelayanan klinik
tidak terkontrol, tenaga dokter yang tidak tepat waktu, tenaga perawat yang
sedikit, hingga masalah obat-obatan yang tidak mencukupi.
Masalah kedua adalah rumah
sakit nonprofit cenderung tidak efisien. Sebagai contoh, rumah sakit pendidikan
pemerintah di Indonesia berjalan tidak efisien. Ketidakefisienan tampak pada
penggunaan poliklinik hanya saat pagi hari atau tidak seimbangnya jumlah
spesialis dengan jumlah tindakan atau pasien.
Hal
lain adalah membiarkan keadaan yang sepatutnya berjalan terus, misalnya jam
kerja yang tidak diatur secara jelas apakah full timer atau part timer,
sehingga ada pegawai rumah sakit pemerintah yang bekerja di rumah sakit swasta
pada jam dinas.
Herzlinger
(1999) menyatakan lembaga nonprofit mempunyai kekurangan pada tiga mekanisme
yang menjamin akuntabilitas usaha. Tiga hal tersebut adalah: (1) para staf yang
tidak mempunyai rasa memiliki terhadap organisasi, (2) kekurangan pesaing, dan
(3) tidak mempunyai indikator kinerja.
Dalam situasi ini filosofi manajemen pemasaran dapat dipergunakan untuk
menghindarkan rumah sakit pemerintah dari keterpurukan sebagai lembaga jasa
yang inferior.
Kotler
Philip, dkk.2008.Strategic Marketing
For Health Care Organizations.San Francisco: Jossey-Bass.
Rahmatika, Yulivia.2004.Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Kualitas
Pelayanan (Studi Kasus RS Pusat Pertamina).
Trisnantoro, Laksono.2005. Aspek Strategis
Manajemen Rumah Sakit : Antara
Misi Sosial dan Tekanan Pasar.Yogyakarta: Andi Offset.Jakarta Selatan:
Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian
Bogor.Skripsi
Langganan:
Postingan (Atom)